Begitu Sederhana, Hafalannya Luar Biasa
Senin, 20 Juni 2011
Leave a Comment
Syaikh Ibnu Baz adalah seorang yang sangat tidak perhatian dengan  dunia sebagaimana yang bisa kita ketahui dari keadaan beliau. Terlebih  jika kita tahu bahwa beliau itu tidak memiliki rumah!!!.
Dr Zahrani pernah berupaya untuk meminta izin kepada beliau untuk  membeli rumah yang biasa beliau tempati jika berada di Mekah karena  rumah tersebut biasanya cuma disewa. Komentar beliau,
“Palingkan pandanganmu dari topik ini. Sibukkan dirimu untuk mengurusi kepentingan kaum muslimin”.
Suatu ketika Raja Faishal berkunjung ke kota Madinah dan Syeikh Ibnu  Baz ketika itu adalah rektor Universitas Islam Madinah.  Ketika itu raja Faishal berkunjung ke rumah Syeikh Ibnu Baz. Saat itu  raja Faishal berkata kepada beliau,
“Kami akan bangunkan rumah yang layak untukmu”.
Menanggapi hal tersebut, beliau hanya diam dan tidak berkomentar.  Akhirnya rumah pun dibangun. Ketika panitia pembangunan mau membuat  surat kepemilikan rumah atas nama Syeikh Ibnu Baz beliau berkata,
“Jangan. Buatlah surat kepemilikan rumah tersebut atas nama rektor Universitas Islam Madinah sehingga jika ada rektor baru penggantiku maka inilah rumah kediamannya”.
Syeikh Ibnu Baz itu memiliki daya ingat yang luar biasa. Jika kita  bertemu dan mengucapkan salam kepada beliau dan kita pernah mengucapkan  salam kepada beliau beberapa tahun sebelumnya maka beliau pasti masih  mengenal kita.
Bahkan ada orang yang bercerita bahwa dia bertemu dan mengucapkan  salam kepada Syeikh Ibnu Baz setelah lima belas tahun ternyata Syeikh  Ibnu Baz masih ingat dengan namanya.
Akan tetapi yang lebih mengherankan adalah kemampuan beliau untuk  menghafal jilid dan halaman buku. Bahkan beliau bisa mengoreksi beberapa  buku dengan bermodalkan hafalan beliau.
Syeikh Syinqithi, penulis Adhwa-ul Bayan, itu tergolong guru  Syeikh Ibnu Baz. Beliau adalah seorang pakar dalam ilmu syar’i dengan  kekuatan hafalan yang tidak tertandingi. Syeih Ibnu Baz sering  menghadiri ceramah-ceramah yang disampaikan oleh Syiekh Syinqithi.  Beliau kagum dengan cepatnya Syeikh Syinqithi dalam penyampaiannya.  Dalam salah satu kaset Syeikh Ibnu Baz mengungkapkan kekagumannya dengan  mengatakan, “Maa syaallah. Maa syaallah”.
Satu hari Syeikh Syinqithi sejak usai shalat Shubuh sampai watu dhuha  mencari-cari sebuah hadits yang dinyatakan oleh Ibnu Katsir ada dalam  sunan Abu Daud. Beliau bolak-balik kitab sunan Abu Daud namun beliau  tidak kunjung mendapatkannya. Syeikh Syinqithi berkata,
“Aku tidak menyalahkan Ibnu Katsir namun aku belum mendapatkannya. Ketika aku sedang asyik mencari tiba-tiba ada orang yang mengetuk pintu. Aku lantas berdiri dan membuka pintu”.
Ternyata Syeikh Ibnu Baz yang datang bertamu. Ketika Ibnu Baz masih  di depan pintu dan belum masuk ke dalam rumah, Syeikh Syinqithi berkata,
“Ya Syekh Abdul Aziz, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa hadits yang bunyinya demikian dan demikian itu ada di Sunan Abu Daud. Sejak usai shalat Shubuh kucari-cari hadits tersebut namun tidak kudapatkan. Di manakah hadits tersebut?”.
Syeikh Ibnu Baz berkata,
“Ada…ada di kitab ini halaman sekian”.
Syeikh Syinqithi,
“Sekarang silahkan masuk ya Syeikh”.
Syeikh Ibnu Baz memiliki daya ingat yang luar biasa. Ini disebabkan  tentunya karunia Allah kemudian beliau adalah seorang yang tidak pernah  lepas dari berdzikir. Lisan beliau selalu basah untuk berdzikir  mengingat Allah. Beliau senantiasa berdzikir. Ini adalah sebuah realita  yang bisa disaksikan oleh orang yang bertemu dengan beliau meski  sejenak.
Syeih Ibnu Baz mulai mengisi kajian dan menyebaran ilmu sejak belia.  Dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh sebuah majalah yang bernama  al Majallah dengan Ibnu Baz terdapat dialog sebagai berikut.
Al Majallah, “Sungguh engkau adalah seorang hakim akan tetapi engkau  mendapatkan popularitas yang luas berbagai dengan para hakim yang lain.  Apa rahasianya?”
Jawaban beliau,
Jawaban beliau,
“Kami bertugas sebagai hakim. Setelah jam kerja berakhir kami mengisi berbagai kajian. Kami adakan berbagai kajian keislaman dan kami terus mengajar dan mengisi pengajian sehingga Allah jadian kami manusia yang bermanfaat bagi banyak orang”.
Beliau memang memiliki pandangan khas tentang tugas seorang hakim  peradilan syariah. Beliau berpandangan bahwa seorang hakim tidak cukup  dengan menjalankan tugasnya di pengadilan. Beliau mencela para hakim  yang bersikap semacam itu.
Beliau pernah mengatakan,
“Jika seorang hakim hanya mencukupkan diri memutuskan sengketa tentang onta, keledai, sapi dan kambing atau semisalnya maka tidak ada kebaikan pada dirinya. Bahkan tugas hakim yang paling penting adalah amar makruf nahi munkar, berdakwah, memperbaiki lingkungan sekitarnya, mewujudkan kemaslahatan kaum muslimin dan menghubungkan orang-orang yang memerlukan untuk dihubungkan”.
Ketika Ibnu Baz menjadi hakim di daerah Dalm, beliau memiliki kursi  terbuat dari tanah di tengah-tengah pasar. Di situlah beliau memutuskan  berbagai sengketa yang terjadi di antara kaum muslimin. 

Assalamu'alaikum... berkunjung... kunjungi balik yah akhi ... hehehe http://www.salamhanif.web.id/2011/06/cara-cara-mereka.html